|
Penolakan Raperda Miras Di geung DPRD Batang/ klik-rudi.blogspot.com |
Ratusan pedagang minuman keras ( miras ) menggeruduk gedung DPRD Batang pada Rabu, 20 November 2013. Para pendeno yang di dampingi LSM Aliansi LSM Batang itu menyatakan penolakan terhadap rancangan peraturan daerah ( Raperda ) tentang miras yang akan di putuskan oleh Pensus menjadi Perda. Massa yang di donimasi kaum perempuan itu mendesak Pensus DPRD Batang agar membatalkan atau setidaknya menunda pengesahan Raperda tresebut. Alasannya, proses penyusunan Perda miras di nnilai tergesa - gesa dan kurang bijak, mengingat tidak melibatkan berbagai elemen masyarakat. Mereka menuntut, pihak - pihak terkait seperti, produsen, penjual, ormas dan tokoh - tokoh masyarakat di libatkan untuk mencari solusi.
Namun, meski massa demonstran kontra Raperda miras melakukan aksi di halaman DPRD Batang, Pensus Raperda Miras tetap mengambil keputusan untuk mendukung pelarangan total terhadap peredaran miras di seluruh wilayah kabupaten Batang. Yang menarik untuk di cermati, ternyata keputusan Pensus di ambil lewat pemungutan suara ( voting ). Pasalnya, ada 3 anggota DPRD yang walk out dari ruangan rapat. Konon ketidakbulatan dalam pengambilan keputusan itu disebabkan oleh substansi Perda miras yang berisi pelarangan toal penggunaan miras, yakni meliputi, produksi, pengedaran atau penjualan, maupun penggunaan miras . Dengan demikian tidak ada celah toleransi sedikitpun terhadap penjualan miras maupun penggunaan miras.
Artinya, atas nama kepentingan pariwisata, seperti tempat - tempat khusus, seperti hotel dan cafe pun, miras tetap di larang. Barangkali yang penting untuk di perhatikan adalah bagaiman proses pembuatan sebuah Perda hingga pengesahan perlu di lakukan lewt sejumlah tahapan dengan melibatkan elemen - elemen terkait di dalam masyarakat. Dengan demikiai dapat di rumuskan sebuah konsep dan substansi maupun isi Perda yang komperehetif, karena telah mengkomodasi berbagai aspirasi dari sejumlah elemen masyarakat. Dengan demikian,Perda bukansemata - mata merupakan produk DPRD atau pemerintah daerah semata., namun juga merupakan aspirasi masyarakat, karena mereka memenga di libatkan dalam penyusunan Perda.
Ketika berbagai elemen masyarakat seperti, ormas, LSM, tokoh agama dan akedimisi terlibat dalam pembuatan sebuah Perda, maka secara otomatis terjadi proses sosialisasi. Sehingga masyarakat tidak merespon sebuah Perda dengan tergagap - gagap, bahkanb akan jauh lebih baikRaperda dalam proses pembuatan, DPRD dan Pemda juga meibatkan atau mendengar aspirasi dari pihak - pihak yang akan terkena dampaknya secara langsung. Jika saja dalam proses pembuatan Raperda miras, DPRD dan Pemkab Batang melibatkan secara intensif, baik produsen maupun pengedar, tentu persoalan menjadi lain. Kasus di Btang ini dapat menjadi pelajaran bagi daerah - daerah lain yang akan maupun sedang menyusun Perda miras